BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Pembahasana mengenai pengertian disrtribusi pendapatan, tidak akan
lepas dari pembahasan mengenai konsep moral ekonomi yang dianut. Di samping
itu, juga tidak terlepas dari model instrumen yang diterapkan individu maupun
negara, dalam menentukan sumber-sumber maupun cara-cara pendistribusian
pendapatannya. Konsep moral ekonomi tersebut, yang berakaitan dengan kebendaan
(materi) kepemilikan dan kekayaan.
Perbedaan kepemilikan harta ini merupakan bagia upaya manusia untuk
memahami nikmat dari Allah, sekaligus juga memahami kedudukan dengan sesamanya.
Maka dengan perbedaan ini ada perintah Allah yang merupakan sutu badah ketika
mengamalkannya. Bagi yang berlebih kepemilikan hartanya, maka ada perintah
untuk mendistribusikan sebagian kelebihan dari hartanya. Dan bagi yang
kekurangan kepemilikannya di perintahkan Allah untuk bersabar. Islam degan
tegas telah
menggariskan kepada penguasa, untuk meminimalkan kesenjangan dan ketidakseimbangan distribusi. Pajak diterapkan atas kekayaan seorang untuk membantu yang miskin. Dan bentuk dari sistem perpajakan ini berkaitan dengan salah saru prinsip pokok dalam Islam (Zakat). Dengan demikian, tidak ada ruang bagi muslim untuk melakukan tindak kekerasan dalam upaya melancarkan proses distribusi pendapatan. Untuk itu, untuk itu, hal yang pertama yang perku kita ketahui dan perlu dibahas adalah konsep-konsep moral yang melartarbelakangi pembahasan apek-aspek ekonomi dai penetuan sumber distribusi pendapatan.
menggariskan kepada penguasa, untuk meminimalkan kesenjangan dan ketidakseimbangan distribusi. Pajak diterapkan atas kekayaan seorang untuk membantu yang miskin. Dan bentuk dari sistem perpajakan ini berkaitan dengan salah saru prinsip pokok dalam Islam (Zakat). Dengan demikian, tidak ada ruang bagi muslim untuk melakukan tindak kekerasan dalam upaya melancarkan proses distribusi pendapatan. Untuk itu, untuk itu, hal yang pertama yang perku kita ketahui dan perlu dibahas adalah konsep-konsep moral yang melartarbelakangi pembahasan apek-aspek ekonomi dai penetuan sumber distribusi pendapatan.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimanakah
Peranan Konsep Moral Distribusi Pendapatan Dalam Islam?
2.
Bagaimanakah
Penjelasan mengenai distribusi pendapatan?
3.
Apa
saja faktor-faktor produksi dalam islam?
4.
Bagaimana
penjelasan mengenai Distribusi Pendapatan dalam rumah tangga (Household)
?
5.
Bagaimana
peranana Negara terhadap Distribusi pendapatan?
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Konsep
Moral
Islam
Dalam
Sistem
Distribusi
Pendapatan.
Secara umum, Islam mengarahkan mekanisme berbasis moral spiritual dalam
pemeliharaan keadialan sosial pada setiap aktivitas ekonomi. Upaya pencapaian
manusia akan kebahagian, membimbing manusia untuk menerapkan keadilan ekonomi
yang dapat menyudahi kesengsaraan di muka bumi ini. Hal tersebut akan sulit di
capai tanpa adanya keyakinan pada prinsip moral tersebut . ini adalah fungsi
dari menerjemahkan konsep moral sebagai faktor endogen dalam perekonomian,
sehingga etika ekonomi menjadi hal yang sangat membumi untuk dapat mengalahkan
setiap kepentingan pribadi.
Untuk itu dalam merespon laju perkembangan pemikiran ini, yang harus
diperhatikan adalah: Pertama, mengubah pola pikir. dan
pembelajaran mengenai nilai islam dari fokus perhatiannnya bertujuan materialistis
kepada tujuan yang mengarahkan kesejahteraan umum berbasis pembagian sumber
daya dan resiko yang berkeadilan untuk mencapai kemanfaatan yang lebih besar
bagi komunitas sosial. Kedua, keluar dari ketergantungan pihak
lain. Hidup diatas kemampuan pribadi sebagai personal maupun bangsa,
melaksanakan kewajiban finansial sebagimana yang ditunjukan oleh ajaran Islam dan
meyakini dengan sungguh-sungguh bahwa dunia saat ini bukanlah akhir cerita
kita. Akan ada meyakini kehidupan baru setelah kehidupan di dunia fana ini.
Islam menyadari bahwa pengakuan akan kepemilikkan adalah hal
yang sangat penting. Setiap hasil usaha ekonomi seorang muslim, dapat menjadi hak miliknya, karena hal inilah yang menjadi motivasi dasar
atas setiap aktivitas produksi dan pembangunan.[1]
Di lain pihak
prinsip moral islam mengarahkan kepada kenyataan bahwa pengakuan hak milik
harus berfungsi sebagai pembebas manusia dari karakter materialistis. Hanya
karena pembebasan itu, manusia bisa mendapatkan kemuliananya, bukan sebaliknya.
Dalam islam legitimasi hak milik akan tergantung dan sangat terkait erat kepada
pesan moral untuk menjamin keseimbangannya, dimana hak pribadi diakui, namun
hak kepemilikkan tersebut harus berfungsi sebagai nafkah konsumtif bagi diri
dan keluarga, berproduksi dan berinvestasi. Alat untuk mengapresiasikan
kepedulian sosil (zakat, infak, dan sedekah) dan jaminan kekayaan, menjamin
mekanisme kerja fisaabilillah dan semangat pembangunan serta penataan.
Dari sini, pengertian
etimologis dari kepemilikan seseorang akan materi berarti
penguasaan terhadap suatu benda. Sedangkan secara terminologis berarti
spesialisasi seseorang terhadap suatu benda yang memungkinkannya untuk
melakukan tindakan hukum sesuai dengan keinginnya atas benda tersebut, selama tidak
ada halangan syara’ atau selama orang lain tidak terhalangi untuk melakukan
tindakan hukum atas benda tersebut. Hal ini berarti dapat dipahami dengan jelas
bahwa konsep kepemilikan dalam perspektif Islam memasukkan muatan nilai moral
etika sebagai faktor endogen, dan konsep etika tersebut sangat terkait dengan
hukum Allah SWT. Karena bersentuhan dengan area halal haram.
Pemahaman ini
bermuara pada pengakuan bahwa sang pemilik dan absolut hanyalah Allah SWT.
Tuhan Semesta Alam, dalam firman-Nya:
¬!ur Ûù=ãB ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur 3
ª!$#ur 4n?tã Èe@ä. &äóÓx« íÏs% ÇÊÑÒÈ
“kepunyaan
Allah-lah kerajaan langit dan bumi, dan Allah Maha perkasa atas segala” (Ali Imran:189)
Sedangkan manusia
hanya diberi hak kepemilikan terbatas, yaitu sebagai pihak yang diberi wewenang
untuk memanfaatkan, dan inti dari kewenangan tersebut adalah tugas (taklif)
untuk menjadi seorang khalifah (agen pembangunan atau pengelola) yang beribadah
di muka bumi ini.
Namun demikian, pemanfaatannya untuk kepentingan umat dan agama
Islam harus lbih diutamakan, karena setiap milik individu dapat dimanfaatkan
secara langsung oleh individu tersebut dan dapat pula digunakan untuk
kepentingan umum secara tidak lansung. Sebaliknya, setiap kepemilikan kolektif
tidak dapat menggangu gugat kepemilkan pribadi, kecuali hal yang demikian itu
ditujukan untuk menjalankan perintah Allah SWT.
Para Ahli Fikih mendefiisikan bahwa yang dimaksud dengan
kepemilikan umum itu adalah:
Pertama, fasilitas atau
sarana umum yang menjadi kebutuhan umum masyarakat seperti air, padang rumput,
jalan-jalan umum.
Kedua, barang
tambang, seperti tamban minyak dan gas bumi, emas dan logam mulia lainnya,
timah. Besi batu bara, dan lain sebagainya.
Ketiga, sumber daya
yang bentukan materinya sulit untuk dimliliki invidu, seperti laut, sungai, dan
danau,
Pada ketiga hal tersebut, pemanfaatan akan sangat berkaitan dengan
hak Allah dan hak umum. Oleh sebab itu, otoritas negara dapat mengambil alih
untuk pendistribusiannya secara adil. Tentunya dengan memerhatikan secara ketat
akan adanya tindakan-tindakan yang merusak seperti ekploitasi habis-habisan dan
konsumsi besar-besaran.[2]
Penggambaran sistem etikonomik dalam pemanfaatan hak milik kekayaan
yang dapat diapresiasikan dari konsep di atas , telah dijelaskan oleh Manan
(1993), sebagai berikut :
1.
kepemilkan
yang secara sah secara hukum, artinya segala bentuk hak kepemilikan didapatkan
dengan cara yang sesuai dengan cara yang sesuai dengan hukum (halal). Kajian
hukum syariat mengenal dua bentuk kepemilikan , yaitu:
a.
Kepemilkan
sempurna (al-milk at-tam)
b.
Kepemilkan
tidak sempurna (al milk an-naqis)
2.
Pemanfaatan
hak milik diarahkan kepada pemanfaatan ekonomi yang berkesinambungan, karena
itu seorang muslim harus terus mengupayakan produktivitas kekayaannya.
3.
Pemanfaatan
hak milik diarahkan kepada pemanfaatan non-ekonomi fisabilillah (berfaedah di jalan Allah) . hal ini berarti
cara pemanfaatan yang merupakan input produktivitas dan hasil pemanfaatan yang
merupakan output produktivitas harus berada di jalur aturan syariah.
4.
Pemanfaaan
hak milik secara ekonomi dan non-ekonomi yang tidak merugikan pihak lain. Pihak
lain di sini berarti semua makhluk hidup semesta alam yang hidup berdampingan
dengan manusia.
5.
Penggunaan
dan pemanfaaatan secara ekonomi dan non-ekonomi yang berimbang, dengan begitu
dalam setiap pembangunan barang ataupun apa saja yang jadi milik tidak
diarahkan untuk pemborosan dan tidak boleh pula terlalu kikir.[3]
2.
FAKTOR-FAKTOR
PRODUKSI DALAM ISLAM
Dalam aktivitas produksinya, produsen
mengubah berbagai faktor produksi menjadi barang/jasa. Berdasarkan hubungannya
dengan tingkat produksi tetap (fixed
input) dan variabel tetap (variabel
input).
Ghazali
menyebutkan bahwa beberapa faktor produksi antara lain:
1. Tanah
Tanah telah menjadi
suatu faktor terpenting sejak dahulu kala. Penekanan pada penggunaan
tanah-tanah mati (ihya’ al-mawat)
menunjukan perhatian Rasulullah SAW dalam penggunaan sumber daya bagi
kemakmuran rakyat. Islam mempunyai komitmen untuk melaksanakan keadilan dalam
hal pertanahan.
2. Tenaga Kerja
Tenaga kerja merupakan human capital bagi suatu perusahaan. Di
berbagai macam jenis produksi, tenaga kerja merupakan aset bagi keberhasilan
suatu perusahaan. Kesuksesan suatu produksi terletak pada kinerja sumber daya
manusia yang ada didalamnya, termasuk diantaranya kinerja para tenaga kerja.
3. Modal
Modal merupakan faktor
yang sangat penting dalam suatu produksi. Tanpa adanya modal, perusahaan tidak
akan bisa menghasilkan suatu barang dan jasa. Modal adalah jumlah kekayaan yang
bisa saja berupa assets, yang bisa
digunakan untuk menghasilkan suatu kekayaan. Dalam islam modal suatu usaha
haruslah bebas dari riba. Beberapa cara perolehan modal, islam mengatur suatu
sistem yang lebih baik, dengan cara kerja sama mudharabah atau musharakah.
4. Manajemen
Produksi
Beberapa faktor
produksi diatas tidak akan menghasilkan suatu profit yang baik ketika tidak ada
manajemen yang baik. Karena tanah, tenaga kerja, modal dan lain sebagainya
tidak akan bisa berdiri dengan sendirinya. Semua memerlukan suatu pengaturan
yang baik, berupa suatu organisasi, ataupun manajemen yang bisa menertbitkan,
mengatur, merencanakan, dan mengevaluasi segala kinerja.
5. Teknologi
Di era kemajuan
produksi yang ada pada saat ini, teknologi mempunyai peran yang sangat besar
dalam sektor ini. Berapa banyak produsen yang kemudian tidak bisa survive
karena adanya kompetitor lainnya dan lebih banyak yang bisa menghasilkan barang
atau jasa jauh lebih baik, karena didukung oleh faktor produksi.
6. Bahan
Baku
Bahan
baku terbagi menjadi dua macam, adakalanya bahan baku tersebut merupakan
sesuatu yang harus dapat didapat ataupun dihasilkan oleh alam, tanpa adanya
penggantinya. Ada juga yang memang dari alam akan tetapi, bisa dicarikan bahan
lain untuk mengganti bahan yang telah ada. Ketika seseorang produsen akan
memproduksi suatu barang/jasa, maka salah satu hal yang harus dipikirkan yaitu
bahan baku. Karena jika bahan baku tersedia dengan baik, maka produksi akan
berjalan dengan lancar, jika sebaliknya, maka akan menghambat jalannya suatu
produksi.[4]
3.
DISTRIBUSI
PENDAPATAN
Konsep dasar kapitalis dalam permasalahan distribusi adalah
kepemilikan (pribadi). Makanya permasalahan yang timbul adalah adanya perbedaan
mencolok pada kepemilikan, pendapatan dan harta pusaka peninggalan leluhurnya masing-masing.
Sedang sosialis lebih melihat kepada kerja sebagai basic dari distribusi
pendapatan.
Lembaga hak milik swasta merupakan elemen paling pokok dari
kapitalisme. Para individu memperoleh perangsang agar mereka dimanfaatkan
seproduktif mungkin. Hal tersebut sangat mempengaruhi distribusi kekayaan serta
pendapatan karena individu-individu diperkenankan untuk menghimpun aktiva dan
memberikannya kepada para ahli waris secara mutlak apabila mereka meninggal
dunia. Sedangkan sosialisme melibatkan pemilikan semua ala-alat produksi,
termasuk di dalamnya tanah-tanah pertania oleh neara, dan menghilangkan milik
swasta. Dala maasyrakat sosialis hal yang menonjol adalah kolektivisme atau
rasa kebersaan.untuk mewujudkan rasa kebersamaan ini, alokasi produksi dan cara
pendistribusian semua sumber-sumber ekonomi diatur oleh negara.
Dalam Islam, kebutuhan memang menjadi alasan untuk mencapai
pendapatan minimum. Sedangkan kecukupan dalam standar hidup hidup yang baik
(nisab) adalah hal yang paling mendasari dalam sistem distribusi-redistribui
kekayan, setelah itu baru dikaitkan dengan kerja dan kepemilikan pribadi.
Proses redistribusi pendpaatan dalam Islam mengamini banyak hal
yang berkitan dengan moral endogeneity, signifikasi dan batasana-batasan
tertentu, di antaranya:
a.
Sebagaimana
utilirianisme, mempromosikan “greatest good for greatest number of people”, denga
“good” dan “utility” diharmonisasiakan dengan pengertian
halal-haram, peruntungan manusia dan pengikatan utility manusia adalah tujuan
utama dari tujuan pembangunan ekonomi.
b.
Sebagaimana
liberatarian dan Marxism, pertobatan dan penubusan dosa adalah salah satu hal
yang mendasari diterapkannya proses redistribusi pendapatan. Dalam aturan main
Syariah akan ditemukan sejumlah instrument yang mewajibkan seorang muslim untuk
medistibusikan kekayaannya sebagai akibat melakukan kesalahan (dosa).
c.
Sistem
redistriusi diarahkan untuk berlaku sebagai faktor pengurang dari adanya pihak
yang merasa dalam keadaaan merugi ataupun gagal. Kondisi seperti ini hampir
bisa dipastikan berlaku di setiap komunitas.
d.
Mekanisme
redistribusi berlaku secara istimewa, karena walaupun pada realitasnya
distribusi adalah proses transfer kekayaan searah, namun pada hakikatnya tidak
demikian. Di sini pun terjadi mekanisme pertukaran, hanya saja objek yang
menjadi alat tukar dari kekayaan yang ditransfer berlaku di akhirat nanti
(pahala).
Sedangkan standar atau indikator kebutuhan dan batasan yang mendasari
sitem distribusi pendapatan Islam adalaha maqasid syariah (kebutuhan dan
batasan dalam mengkomodi kebutuhan paling dasar bagi setiap muslim, yaitu:
aspek agama, diri atau personal, akal, keturunan dan harta). Sistematika
hierarki yang mengacu kepada skala prioritas dengan urutan:
a.
Ad-daruriyayah:
suatau skala kebutuhan yang berkaitan erat dengan kebaikan dan
kepentingan dalam menjalani hidup di dunia dan akhrat.
b.
Al-Hajjiyyah: suatu skala kebutuhan yang berkaitan erat dengan kemudahan dan
penghindaran kesulitan dalam menjalani hidup didunia dan akhirat.
c.
At-Tahsiniyyah
: suatu skala kebutuhan yang berkaitan erat dengan kelengkapan dan
kecakapan melaksanakan hidup di dunia dan akhirat.
4.
Distribusi
Pendapatan Dalam Konteks Rumah Tangga (HouseHold)
Distribusi pendapatan dalam konteks rumah tangga akan sangat
terkait dengan terminologi shadaqah. Pengertian shodaqah disini bukan
berarti sedekah dalam konteks pengertian bahasa Indonesia. Karna shodaqoh dalam
kontek terminoloi Al-Qur’an dapat dipahami dalam dua aspek, yaitu: pertama,
shadaqah wajibah yang berarti bentuk-bentuk pengeluaran rumah tangga yang
berkaitan dengan instrumen distriusi pendapatn berbasis kewajiban. Untuk
kategoi ini bisa berarti kewajiban personal sesorang sebagai muslim, seperti
warisan dan bisa juga berati kewajiaban seorang muslim dengan muslim
lainnya. Seperti jiwar dan musaadah
(tunjangan). Kedua, shadaqah nafilah (sunnah) yang berati
bentuk-bentuk pengeluaran rumah tangga yang berkaitan dengan instrumen
distribusi pendapatan berbasis amal karitarif, seperti sedekah.
Distribusi penapatan dalanm rumah tangga juga berkaitan dengan terminology
had atau hudud (hukuman). Hukuman
ini terjadi,bilamana seorang muslim melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan
aturan syariah, kemudian sebagai konsekueni hukumnya ia diharuskan membaar
dengda kafarat dan dam (diyat). Kafatrat dan dam ini merupakan
satau bentujk hukuman yang bernuansa distribusi – redistribusi pendapatan.
Pertama, macam-macam
instrument Shadaqah
Wajibah (wjoib an khusus dikenakann bagi orang muslim) adalah:
a.
Nafaqah : kewajiban tanpa
syarat dengan menyediakan semua kebutuhan pada orang-orang terdekat, yakni
anak-anak dan istri.
b.
Zakat : instrumen
zakat adalah kewajiban seorang muslim untuk menyisihkan sebagian hrta miliknya,
untuk di ditribusikan kepada kelompok tertentu (delapan asnaf ).
c.
Udhiyah : kurban
binatang ternak pada saat hari tayrik perayaan Idul Adha.
d.
Warisan : pemabgian aset
kepemilikan kepada orang yang ditinggalkan setelah meninggal dunia. Ajaran
islam sangat mmperhatikan keberlangsungan hidup anak cucu adam.
e.
Musaadah : yaitu
memberikan bantuan kepada orang lain yang mengalami musibah. Dalam konteks ini,
Islam menekankan bahwa materi yang dijadikan objek bantuan (didistribusikan)
harus dalam keadaan yang layak, baik dan bagus (proper goods).
f.
Jiwar : bantuan yang diberika berkaitan dengan urusan
bertetangga.
g.
Diyafah : kegiatan
memberikan jamuan kepada tamu yang dating.
Kedua: instrument shadaqah
nafilah (sunnah dan khusus dikenakan bagi orang Muslim) adalah:
a.
Infak : sedekah yang
diberikan kepada pihak lain jika kondisi keuangan rumah tangga Muslim sudah
berada di atas nisab.
b.
Aqiqah : memotong seeor
kambing untuk anak perempuan dan dua ekor kambing untuk anak laki-laki yang
baru dilahirkan.
c.
Wakaf : memberikan
bantuan atas kepemilikannya untuk kesejahteraan masyarakat umum, aset yang
diwakafkan bisa dalam bentuk aset materi kebendaan (tanah, rumah, barang)
ataupun aset keuangan.
Ketiga: instrumen term
had/hudud (hukuman) adalah instrumen yang bersifat aksidental, dan
merupakan konsekuensi dari sebuah tindakan.
a.
Kafarat : tembusan
terhadap dosa yang dilakukan oleh seorang Muslim, semisal melakukan hubungan
suami istri pada siang hari di bulan Ramadhan.
b.
Dam atau Diyat :
tebusan atas tidak dilakukannya suatu syarat dalam pelaksanaan ibadah, seperti
tidak melaksanakan puasa tiga hari pada saat melaksanakan ibadah haji.
c.
Nudzur : perbuatan untuk
menafkahkan atau mengorbankan sebagian harta yang dimilikinya untuk mendapat
keridhoan Allah SWT.[5]
5. Peran Negara dalam Distribusi Pendapatan
Islam mengakui adanya kepemilikan individu dan setiap orang bebas
mengoptimalkan kreativitasnya serta memberi otoritas kepada pemiliknya sesuai
dengan batasan yang ditetapkan Allah. Namun kebebasan yang diberikan itu
terkadang disalahgunakan oleh sebagian orang misalnya dalam bentuk: pengambilan
riba, perilaku monopoli, dan aktivitas yang sejenisnya. Jika aktivitas seperti
ini terjadi maka pemimpin negara diperbolekan melakukan investasi seperlunya.
Tujuannya adalah untuk menghentikan perilaku yang mengancam hak dan
kesejahteraan hidup masyarakat. Menutut An-Nabahani dikatakan bahwa tugas-tugas
pemerintah dalam perekonomian dibagi menjadi tiga, yaitu:(1) Mengawasi faktor
utama penggerak ekonomi; (2) Menghentikan mu’amallah yang diharamkan; dan (3)
mematok harga kalau diperbolehkan.
Pemerintah harus mengawasi gerak perekonomian seperti dalam
aktivitas produksi dan distribusi barang, praktek yang tidak benar seperti :
penimbunan terhadap bahan pokok yang sangat diperlukan masyarakat, monopoli dan
tindakan mempermainkan harga untuk menjaga kemaslahatan bersama. Pematokan
harga pada mulanya diharamkan. Karena kondisi penjual saat itru pada posisi
lemah yang berbeda dengan keadaan saat ini. Dimana seorang penjual dapat
berbuat apa saja. Oleh karena itu peran pemerintah untuk mematok harga suatu
komoditas tertentu diperbolehkan atau bahkan menjadi wajib. Sebab untuk
menciptakan keadilan dan kemaslahatan bersama.
Dalam kaitan ini Qardhawi menegaskan bahwa tugas negara adalah
berupaya untuk menegakkan kewajiban dan keharusan mencegah terjadinya hal-hal
yang diharamkan khususnya doa besar, seperti : riba, perampasan hak, pencurian
dan kedzaliman kaum kuat terhadap kaum lemah. Pernyataan ini mengandung maksud,
bahwa negara bertugas untuk menetapkan aturan atu undang-undang berdasarkan
nilai dan moral ke dalam praktek nyata serta mendirikan ntitusi (lembaga) untuk
menjaga serta memantau pelaksaan kewajiban masyarakat dan menghukum orang yang
melanggar dan melalaikan kewajibannya. Pemerintah harus dapat menghapuskan
kemiskinan minimal mengurangi jumlah penduduk yang miskin.
Demikian
pula negara harus dapat meningkatkan aktivitas bisnis dan mencegah terjadinya
eksploitasi terhadap pihak tertentu dalam masyarakat. Kebijakan pemerintah yang
berkaitan dengan distribusi pendapatan adalah kebijakan fiskal dan anggaran
belanja. Kebijakan tersebut bertujuan untuk mengembangkan suatu masyarakat yang
didasarkan pada distribusi kekayaan berimbang dengan menempatkan nilai-nilai
material dan spiritual pada tingkat yang sama.
Kebijakan fiskal
dianggap sebagai alat untuk mencapai pemerataan kekayaan negara yang
mekanismenya harus berdasarkan nilai dan prinsip hukum dalam Al-Qur’an.
Kegiatan yang menambah penghasilan negara harus digunakan untuk mencapai tujuan
ekonomi dan sosial tertentu berdasarkan hukum Allah yang melarang penumpukan
kakayaan diantara segolongan kecil masyarakat. Kebijakan tersebut diharapkan
dapat mendukung fungsi alokasi, distribusi dan stabilitasi dalam suatu negara.[6]
KESIMPULAN
Islam menyadari bahwa pengakuan akan kepemilikkan adalah hal
yang sangat penting. Setiap hasil usaha ekonomi seorang muslim, dapat menjadi hak miliknya, karena hal inilah yang menjadi motivasi dasar
atas setiap aktivitas produksi dan pembangunan. Di lain pihak prinsip moral islam
mengarahkan kepada kenyataan bahwa pengakuan hak milik harus berfungsi sebagai
pembebas manusia dari karakter materialistis. Hanya karena pembebasan itu,
manusia bisa mendapatkan kemuliananya, bukan sebaliknya. Dalam islam legitimasi
hak milik akan tergantung dan sangat terkait erat kepada pesan moral untuk
menjamin keseimbangannya, dimana hak pribadi diakui, namun hak kepemilikkan
tersebut harus berfungsi sebagai nafkah konsumtif bagi diri dan keluarga,
berproduksi dan berinvestasi. Alat untuk mengapresiasikan kepedulian sosil
(zakat, infak, dan sedekah) dan jaminan kekayaan, menjamin mekanisme kerja fisaabilillah
dan semangat pembangunan serta penataan.
DAFTAR PUSTAKA
Riyadi, Abdul Kadir & Ika Yunia
Fauzia, 2014. Prinsip Dasar Ekonomi Islam
Perspektif Maqashid Al-Syari’ah. Jakarta: Prenadamedia
Muhammad, 2004.
Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam. Yogyakarta; BPFE-YOGYAKARTA
Edwin, Mustafa
Nasution, Dkk, 2006, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group
microtouch titanium trim | Titanium-Art
BalasHapusTitanium-Art.com is a design-oriented collaboration that ceramic vs titanium curling iron aims to create a titanium plate space that titanium bmx frame lets you 2019 ford ecosport titanium build the most amazing art ideas for titanium flat iron the