Senin, 11 Mei 2015

Prinsip Distribusi Pendapatan Dalam Islam



BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Pembahasana mengenai pengertian disrtribusi pendapatan, tidak akan lepas dari pembahasan mengenai konsep moral ekonomi yang dianut. Di samping itu, juga tidak terlepas dari model instrumen yang diterapkan individu maupun negara, dalam menentukan sumber-sumber maupun cara-cara pendistribusian pendapatannya. Konsep moral ekonomi tersebut, yang berakaitan dengan kebendaan (materi) kepemilikan dan kekayaan.
Perbedaan kepemilikan harta ini merupakan bagia upaya manusia untuk memahami nikmat dari Allah, sekaligus juga memahami kedudukan dengan sesamanya. Maka dengan perbedaan ini ada perintah Allah yang merupakan sutu badah ketika mengamalkannya. Bagi yang berlebih kepemilikan hartanya, maka ada perintah untuk mendistribusikan sebagian kelebihan dari hartanya. Dan bagi yang kekurangan kepemilikannya di perintahkan Allah untuk bersabar. Islam degan tegas telah
menggariskan kepada penguasa, untuk meminimalkan kesenjangan dan ketidakseimbangan distribusi. Pajak diterapkan atas kekayaan seorang untuk membantu yang miskin. Dan bentuk dari sistem perpajakan ini berkaitan dengan salah saru prinsip pokok dalam Islam (Zakat). Dengan demikian, tidak ada ruang bagi muslim untuk melakukan tindak kekerasan dalam upaya melancarkan proses distribusi pendapatan. Untuk itu, untuk itu, hal yang pertama yang perku kita ketahui dan perlu dibahas adalah konsep-konsep moral yang melartarbelakangi pembahasan apek-aspek ekonomi dai penetuan sumber distribusi pendapatan.
B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimanakah Peranan Konsep Moral Distribusi Pendapatan Dalam Islam?
2.      Bagaimanakah Penjelasan mengenai distribusi pendapatan?
3.      Apa saja faktor-faktor produksi dalam islam?
4.      Bagaimana penjelasan mengenai Distribusi Pendapatan dalam rumah tangga (Household) ?
5.      Bagaimana peranana Negara terhadap Distribusi pendapatan?
BAB II
PEMBAHASAN

1.      Konsep Moral Islam Dalam Sistem Distribusi Pendapatan.
Secara umum, Islam mengarahkan mekanisme berbasis moral spiritual dalam pemeliharaan keadialan sosial pada setiap aktivitas ekonomi. Upaya pencapaian manusia akan kebahagian, membimbing manusia untuk menerapkan keadilan ekonomi yang dapat menyudahi kesengsaraan di muka bumi ini. Hal tersebut akan sulit di capai tanpa adanya keyakinan pada prinsip moral tersebut . ini adalah fungsi dari menerjemahkan konsep moral sebagai faktor endogen dalam perekonomian, sehingga etika ekonomi menjadi hal yang sangat membumi untuk dapat mengalahkan setiap kepentingan pribadi.
Untuk itu dalam merespon laju perkembangan pemikiran ini, yang harus diperhatikan adalah: Pertama, mengubah pola pikir. dan pembelajaran mengenai nilai islam dari fokus perhatiannnya bertujuan materialistis kepada tujuan yang mengarahkan kesejahteraan umum berbasis pembagian sumber daya dan resiko yang berkeadilan untuk mencapai kemanfaatan yang lebih besar bagi komunitas sosial. Kedua, keluar dari ketergantungan pihak lain. Hidup diatas kemampuan pribadi sebagai personal maupun bangsa, melaksanakan kewajiban finansial sebagimana yang ditunjukan oleh ajaran Islam dan meyakini dengan sungguh-sungguh bahwa dunia saat ini bukanlah akhir cerita kita. Akan ada meyakini kehidupan baru setelah kehidupan di dunia fana ini.
Islam menyadari bahwa pengakuan akan kepemilikkan adalah hal yang sangat penting. Setiap hasil usaha ekonomi seorang muslim, dapat menjadi hak miliknya, karena hal inilah yang menjadi motivasi dasar atas setiap aktivitas produksi dan pembangunan.[1]
Di lain pihak prinsip moral islam mengarahkan kepada kenyataan bahwa pengakuan hak milik harus berfungsi sebagai pembebas manusia dari karakter materialistis. Hanya karena pembebasan itu, manusia bisa mendapatkan kemuliananya, bukan sebaliknya. Dalam islam legitimasi hak milik akan tergantung dan sangat terkait erat kepada pesan moral untuk menjamin keseimbangannya, dimana hak pribadi diakui, namun hak kepemilikkan tersebut harus berfungsi sebagai nafkah konsumtif bagi diri dan keluarga, berproduksi dan berinvestasi. Alat untuk mengapresiasikan kepedulian sosil (zakat, infak, dan sedekah) dan jaminan kekayaan, menjamin mekanisme kerja fisaabilillah dan semangat pembangunan serta penataan.
Dari sini, pengertian etimologis dari kepemilikan seseorang akan materi berarti penguasaan terhadap suatu benda. Sedangkan secara terminologis berarti spesialisasi seseorang terhadap suatu benda yang memungkinkannya untuk melakukan tindakan hukum sesuai dengan keinginnya atas benda tersebut, selama tidak ada halangan syara’ atau selama orang lain tidak terhalangi untuk melakukan tindakan hukum atas benda tersebut. Hal ini berarti dapat dipahami dengan jelas bahwa konsep kepemilikan dalam perspektif Islam memasukkan muatan nilai moral etika sebagai faktor endogen, dan konsep etika tersebut sangat terkait dengan hukum Allah SWT. Karena bersentuhan dengan area halal haram.
Pemahaman ini bermuara pada pengakuan bahwa sang pemilik dan absolut hanyalah Allah SWT. Tuhan Semesta Alam, dalam firman-Nya:
¬!ur ہù=ãB ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur 3 ª!$#ur 4n?tã Èe@ä. &äóÓx« 퍃Ïs% ÇÊÑÒÈ  
“kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, dan Allah Maha perkasa atas segala” (Ali Imran:189)
            Sedangkan manusia hanya diberi hak kepemilikan terbatas, yaitu sebagai pihak yang diberi wewenang untuk memanfaatkan, dan inti dari kewenangan tersebut adalah tugas (taklif) untuk menjadi seorang khalifah (agen pembangunan atau pengelola) yang beribadah di muka bumi ini.
Namun demikian, pemanfaatannya untuk kepentingan umat dan agama Islam harus lbih diutamakan, karena setiap milik individu dapat dimanfaatkan secara langsung oleh individu tersebut dan dapat pula digunakan untuk kepentingan umum secara tidak lansung. Sebaliknya, setiap kepemilikan kolektif tidak dapat menggangu gugat kepemilkan pribadi, kecuali hal yang demikian itu ditujukan untuk menjalankan perintah Allah SWT.
Para Ahli Fikih mendefiisikan bahwa yang dimaksud dengan kepemilikan umum itu adalah:
Pertama, fasilitas atau sarana umum yang menjadi kebutuhan umum masyarakat seperti air, padang rumput, jalan-jalan umum.
Kedua, barang tambang, seperti tamban minyak dan gas bumi, emas dan logam mulia lainnya, timah. Besi batu bara, dan lain sebagainya.
Ketiga, sumber daya yang bentukan materinya sulit untuk dimliliki invidu, seperti laut, sungai, dan danau,
Pada ketiga hal tersebut, pemanfaatan akan sangat berkaitan dengan hak Allah dan hak umum. Oleh sebab itu, otoritas negara dapat mengambil alih untuk pendistribusiannya secara adil. Tentunya dengan memerhatikan secara ketat akan adanya tindakan-tindakan yang merusak seperti ekploitasi habis-habisan dan konsumsi besar-besaran.[2]
Penggambaran sistem etikonomik dalam pemanfaatan hak milik kekayaan yang dapat diapresiasikan dari konsep di atas , telah dijelaskan oleh Manan (1993), sebagai berikut :
1.      kepemilkan yang secara sah secara hukum, artinya segala bentuk hak kepemilikan didapatkan dengan cara yang sesuai dengan cara yang sesuai dengan hukum (halal). Kajian hukum syariat mengenal dua bentuk kepemilikan , yaitu:
a.       Kepemilkan sempurna (al-milk at-tam)
b.      Kepemilkan tidak sempurna (al milk an-naqis)
2.      Pemanfaatan hak milik diarahkan kepada pemanfaatan ekonomi yang berkesinambungan, karena itu seorang muslim harus terus mengupayakan produktivitas kekayaannya.
3.      Pemanfaatan hak milik diarahkan kepada pemanfaatan non-ekonomi fisabilillah  (berfaedah di jalan Allah) . hal ini berarti cara pemanfaatan yang merupakan input produktivitas dan hasil pemanfaatan yang merupakan output produktivitas harus berada di jalur aturan syariah.
4.      Pemanfaaan hak milik secara ekonomi dan non-ekonomi yang tidak merugikan pihak lain. Pihak lain di sini berarti semua makhluk hidup semesta alam yang hidup berdampingan dengan manusia.
5.      Penggunaan dan pemanfaaatan secara ekonomi dan non-ekonomi yang berimbang, dengan begitu dalam setiap pembangunan barang ataupun apa saja yang jadi milik tidak diarahkan untuk pemborosan dan tidak boleh pula terlalu kikir.[3]
2.      FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI DALAM ISLAM
     Dalam aktivitas produksinya, produsen mengubah berbagai faktor produksi menjadi barang/jasa. Berdasarkan hubungannya dengan tingkat produksi tetap (fixed input) dan variabel tetap (variabel input).
Ghazali menyebutkan bahwa beberapa faktor produksi antara lain:
1.      Tanah
Tanah telah menjadi suatu faktor terpenting sejak dahulu kala. Penekanan pada penggunaan tanah-tanah mati (ihya’ al-mawat) menunjukan perhatian Rasulullah SAW dalam penggunaan sumber daya bagi kemakmuran rakyat. Islam mempunyai komitmen untuk melaksanakan keadilan dalam hal pertanahan.
2.       Tenaga Kerja
Tenaga kerja merupakan human capital bagi suatu perusahaan. Di berbagai macam jenis produksi, tenaga kerja merupakan aset bagi keberhasilan suatu perusahaan. Kesuksesan suatu produksi terletak pada kinerja sumber daya manusia yang ada didalamnya, termasuk diantaranya kinerja para tenaga kerja.
3.      Modal
Modal merupakan faktor yang sangat penting dalam suatu produksi. Tanpa adanya modal, perusahaan tidak akan bisa menghasilkan suatu barang dan jasa. Modal adalah jumlah kekayaan yang bisa saja berupa assets, yang bisa digunakan untuk menghasilkan suatu kekayaan. Dalam islam modal suatu usaha haruslah bebas dari riba. Beberapa cara perolehan modal, islam mengatur suatu sistem yang lebih baik, dengan cara kerja sama mudharabah atau musharakah.
4.      Manajemen Produksi
Beberapa faktor produksi diatas tidak akan menghasilkan suatu profit yang baik ketika tidak ada manajemen yang baik. Karena tanah, tenaga kerja, modal dan lain sebagainya tidak akan bisa berdiri dengan sendirinya. Semua memerlukan suatu pengaturan yang baik, berupa suatu organisasi, ataupun manajemen yang bisa menertbitkan, mengatur, merencanakan, dan mengevaluasi segala kinerja.
5.      Teknologi
Di era kemajuan produksi yang ada pada saat ini, teknologi mempunyai peran yang sangat besar dalam sektor ini. Berapa banyak produsen yang kemudian tidak bisa survive karena adanya kompetitor lainnya dan lebih banyak yang bisa menghasilkan barang atau jasa jauh lebih baik, karena didukung oleh faktor produksi.
6.      Bahan Baku
Bahan baku terbagi menjadi dua macam, adakalanya bahan baku tersebut merupakan sesuatu yang harus dapat didapat ataupun dihasilkan oleh alam, tanpa adanya penggantinya. Ada juga yang memang dari alam akan tetapi, bisa dicarikan bahan lain untuk mengganti bahan yang telah ada. Ketika seseorang produsen akan memproduksi suatu barang/jasa, maka salah satu hal yang harus dipikirkan yaitu bahan baku. Karena jika bahan baku tersedia dengan baik, maka produksi akan berjalan dengan lancar, jika sebaliknya, maka akan menghambat jalannya suatu produksi.[4]
3.      DISTRIBUSI PENDAPATAN
Konsep dasar kapitalis dalam permasalahan distribusi adalah kepemilikan (pribadi). Makanya permasalahan yang timbul adalah adanya perbedaan mencolok pada kepemilikan, pendapatan dan harta pusaka peninggalan leluhurnya masing-masing. Sedang sosialis lebih melihat kepada kerja sebagai basic dari distribusi pendapatan.
Lembaga hak milik swasta merupakan elemen paling pokok dari kapitalisme. Para individu memperoleh perangsang agar mereka dimanfaatkan seproduktif mungkin. Hal tersebut sangat mempengaruhi distribusi kekayaan serta pendapatan karena individu-individu diperkenankan untuk menghimpun aktiva dan memberikannya kepada para ahli waris secara mutlak apabila mereka meninggal dunia. Sedangkan sosialisme melibatkan pemilikan semua ala-alat produksi, termasuk di dalamnya tanah-tanah pertania oleh neara, dan menghilangkan milik swasta. Dala maasyrakat sosialis hal yang menonjol adalah kolektivisme atau rasa kebersaan.untuk mewujudkan rasa kebersamaan ini, alokasi produksi dan cara pendistribusian semua sumber-sumber ekonomi diatur oleh negara.
Dalam Islam, kebutuhan memang menjadi alasan untuk mencapai pendapatan minimum. Sedangkan kecukupan dalam standar hidup hidup yang baik (nisab) adalah hal yang paling mendasari dalam sistem distribusi-redistribui kekayan, setelah itu baru dikaitkan dengan kerja dan kepemilikan pribadi.
Proses redistribusi pendpaatan dalam Islam mengamini banyak hal yang berkitan dengan moral endogeneity, signifikasi dan batasana-batasan tertentu, di antaranya:
a.       Sebagaimana utilirianisme, mempromosikan “greatest good for greatest number of people”, denga “good” dan “utility” diharmonisasiakan dengan pengertian halal-haram, peruntungan manusia dan pengikatan utility manusia adalah tujuan utama dari tujuan pembangunan ekonomi.
b.      Sebagaimana liberatarian dan Marxism, pertobatan dan penubusan dosa adalah salah satu hal yang mendasari diterapkannya proses redistribusi pendapatan. Dalam aturan main Syariah akan ditemukan sejumlah instrument yang mewajibkan seorang muslim untuk medistibusikan kekayaannya sebagai akibat melakukan kesalahan (dosa).
c.       Sistem redistriusi diarahkan untuk berlaku sebagai faktor pengurang dari adanya pihak yang merasa dalam keadaaan merugi ataupun gagal. Kondisi seperti ini hampir bisa dipastikan berlaku di setiap komunitas.
d.      Mekanisme redistribusi berlaku secara istimewa, karena walaupun pada realitasnya distribusi adalah proses transfer kekayaan searah, namun pada hakikatnya tidak demikian. Di sini pun terjadi mekanisme pertukaran, hanya saja objek yang menjadi alat tukar dari kekayaan yang ditransfer berlaku di akhirat nanti (pahala).

Sedangkan standar atau indikator kebutuhan dan batasan yang mendasari sitem distribusi pendapatan Islam adalaha maqasid syariah (kebutuhan dan batasan dalam mengkomodi kebutuhan paling dasar bagi setiap muslim, yaitu: aspek agama, diri atau personal, akal, keturunan dan harta). Sistematika hierarki yang mengacu kepada skala prioritas dengan urutan:
a.       Ad-daruriyayah: suatau skala kebutuhan yang berkaitan erat dengan kebaikan dan kepentingan dalam menjalani hidup di dunia dan akhrat.
b.      Al-Hajjiyyah: suatu skala kebutuhan yang berkaitan erat dengan kemudahan dan penghindaran kesulitan dalam menjalani hidup didunia dan akhirat.
c.       At-Tahsiniyyah : suatu skala kebutuhan yang berkaitan erat dengan kelengkapan dan kecakapan melaksanakan hidup di dunia dan akhirat.
4.      Distribusi Pendapatan Dalam Konteks Rumah Tangga (HouseHold)
Distribusi pendapatan dalam konteks rumah tangga akan sangat terkait dengan terminologi shadaqah. Pengertian shodaqah disini bukan berarti sedekah dalam konteks pengertian bahasa Indonesia. Karna shodaqoh dalam kontek terminoloi Al-Qur’an dapat dipahami dalam dua aspek, yaitu: pertama, shadaqah wajibah yang berarti bentuk-bentuk pengeluaran rumah tangga yang berkaitan dengan instrumen distriusi pendapatn berbasis kewajiban. Untuk kategoi ini bisa berarti kewajiban personal sesorang sebagai muslim, seperti warisan dan bisa juga berati kewajiaban seorang muslim dengan muslim lainnya.  Seperti jiwar dan musaadah (tunjangan). Kedua, shadaqah nafilah (sunnah) yang berati bentuk-bentuk pengeluaran rumah tangga yang berkaitan dengan instrumen distribusi pendapatan berbasis amal karitarif, seperti sedekah.
Distribusi penapatan dalanm rumah tangga juga berkaitan dengan terminology  had atau hudud (hukuman). Hukuman ini terjadi,bilamana seorang muslim melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan aturan syariah, kemudian sebagai konsekueni hukumnya ia diharuskan membaar dengda kafarat dan dam (diyat). Kafatrat dan dam ini merupakan satau bentujk hukuman yang bernuansa distribusi – redistribusi pendapatan.
Pertama, macam-macam instrument Shadaqah Wajibah (wjoib an khusus dikenakann bagi orang muslim) adalah:
a.      Nafaqah : kewajiban tanpa syarat dengan menyediakan semua kebutuhan pada orang-orang terdekat, yakni anak-anak dan istri.
b.      Zakat : instrumen zakat adalah kewajiban seorang muslim untuk menyisihkan sebagian hrta miliknya, untuk di ditribusikan kepada kelompok tertentu (delapan asnaf ).
c.       Udhiyah : kurban binatang ternak pada saat hari tayrik perayaan Idul Adha.
d.      Warisan : pemabgian aset kepemilikan kepada orang yang ditinggalkan setelah meninggal dunia. Ajaran islam sangat mmperhatikan keberlangsungan hidup anak cucu adam.
e.       Musaadah : yaitu memberikan bantuan kepada orang lain yang mengalami musibah. Dalam konteks ini, Islam menekankan bahwa materi yang dijadikan objek bantuan (didistribusikan) harus dalam keadaan yang layak, baik dan bagus (proper goods).
f.       Jiwar :  bantuan yang diberika berkaitan dengan urusan bertetangga.
g.      Diyafah : kegiatan memberikan jamuan kepada tamu yang dating.
Kedua: instrument shadaqah nafilah (sunnah dan khusus dikenakan bagi orang Muslim) adalah:
a.      Infak : sedekah yang diberikan kepada pihak lain jika kondisi keuangan rumah tangga Muslim sudah berada di atas nisab.
b.      Aqiqah : memotong seeor kambing untuk anak perempuan dan dua ekor kambing untuk anak laki-laki yang baru dilahirkan.
c.       Wakaf : memberikan bantuan atas kepemilikannya untuk kesejahteraan masyarakat umum, aset yang diwakafkan bisa dalam bentuk aset materi kebendaan (tanah, rumah, barang) ataupun aset keuangan.
Ketiga: instrumen term had/hudud (hukuman) adalah instrumen yang bersifat aksidental, dan merupakan konsekuensi dari sebuah tindakan.
a.      Kafarat : tembusan terhadap dosa yang dilakukan oleh seorang Muslim, semisal melakukan hubungan suami istri pada siang hari di bulan Ramadhan.
b.      Dam atau Diyat : tebusan atas tidak dilakukannya suatu syarat dalam pelaksanaan ibadah, seperti tidak melaksanakan puasa tiga hari pada saat melaksanakan ibadah haji.
c.       Nudzur : perbuatan untuk menafkahkan atau mengorbankan sebagian harta yang dimilikinya untuk mendapat keridhoan Allah SWT.[5]
5.      Peran Negara dalam Distribusi Pendapatan
Islam mengakui adanya kepemilikan individu dan setiap orang bebas mengoptimalkan kreativitasnya serta memberi otoritas kepada pemiliknya sesuai dengan batasan yang ditetapkan Allah. Namun kebebasan yang diberikan itu terkadang disalahgunakan oleh sebagian orang misalnya dalam bentuk: pengambilan riba, perilaku monopoli, dan aktivitas yang sejenisnya. Jika aktivitas seperti ini terjadi maka pemimpin negara diperbolekan melakukan investasi seperlunya. Tujuannya adalah untuk menghentikan perilaku yang mengancam hak dan kesejahteraan hidup masyarakat. Menutut An-Nabahani dikatakan bahwa tugas-tugas pemerintah dalam perekonomian dibagi menjadi tiga, yaitu:(1) Mengawasi faktor utama penggerak ekonomi; (2) Menghentikan mu’amallah yang diharamkan; dan (3) mematok harga kalau diperbolehkan.
Pemerintah harus mengawasi gerak perekonomian seperti dalam aktivitas produksi dan distribusi barang, praktek yang tidak benar seperti : penimbunan terhadap bahan pokok yang sangat diperlukan masyarakat, monopoli dan tindakan mempermainkan harga untuk menjaga kemaslahatan bersama. Pematokan harga pada mulanya diharamkan. Karena kondisi penjual saat itru pada posisi lemah yang berbeda dengan keadaan saat ini. Dimana seorang penjual dapat berbuat apa saja. Oleh karena itu peran pemerintah untuk mematok harga suatu komoditas tertentu diperbolehkan atau bahkan menjadi wajib. Sebab untuk menciptakan keadilan dan kemaslahatan bersama.
Dalam kaitan ini Qardhawi menegaskan bahwa tugas negara adalah berupaya untuk menegakkan kewajiban dan keharusan mencegah terjadinya hal-hal yang diharamkan khususnya doa besar, seperti : riba, perampasan hak, pencurian dan kedzaliman kaum kuat terhadap kaum lemah. Pernyataan ini mengandung maksud, bahwa negara bertugas untuk menetapkan aturan atu undang-undang berdasarkan nilai dan moral ke dalam praktek nyata serta mendirikan ntitusi (lembaga) untuk menjaga serta memantau pelaksaan kewajiban masyarakat dan menghukum orang yang melanggar dan melalaikan kewajibannya. Pemerintah harus dapat menghapuskan kemiskinan minimal mengurangi jumlah penduduk yang miskin.
Demikian pula negara harus dapat meningkatkan aktivitas bisnis dan mencegah terjadinya eksploitasi terhadap pihak tertentu dalam masyarakat. Kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan distribusi pendapatan adalah kebijakan fiskal dan anggaran belanja. Kebijakan tersebut bertujuan untuk mengembangkan suatu masyarakat yang didasarkan pada distribusi kekayaan berimbang dengan menempatkan nilai-nilai material dan spiritual pada tingkat yang sama.
Kebijakan fiskal dianggap sebagai alat untuk mencapai pemerataan kekayaan negara yang mekanismenya harus berdasarkan nilai dan prinsip hukum dalam Al-Qur’an. Kegiatan yang menambah penghasilan negara harus digunakan untuk mencapai tujuan ekonomi dan sosial tertentu berdasarkan hukum Allah yang melarang penumpukan kakayaan diantara segolongan kecil masyarakat. Kebijakan tersebut diharapkan dapat mendukung fungsi alokasi, distribusi dan stabilitasi dalam suatu negara.[6]

















KESIMPULAN
Islam menyadari bahwa pengakuan akan kepemilikkan adalah hal yang sangat penting. Setiap hasil usaha ekonomi seorang muslim, dapat menjadi hak miliknya, karena hal inilah yang menjadi motivasi dasar atas setiap aktivitas produksi dan pembangunan. Di lain pihak prinsip moral islam mengarahkan kepada kenyataan bahwa pengakuan hak milik harus berfungsi sebagai pembebas manusia dari karakter materialistis. Hanya karena pembebasan itu, manusia bisa mendapatkan kemuliananya, bukan sebaliknya. Dalam islam legitimasi hak milik akan tergantung dan sangat terkait erat kepada pesan moral untuk menjamin keseimbangannya, dimana hak pribadi diakui, namun hak kepemilikkan tersebut harus berfungsi sebagai nafkah konsumtif bagi diri dan keluarga, berproduksi dan berinvestasi. Alat untuk mengapresiasikan kepedulian sosil (zakat, infak, dan sedekah) dan jaminan kekayaan, menjamin mekanisme kerja fisaabilillah dan semangat pembangunan serta penataan.











DAFTAR PUSTAKA
Riyadi, Abdul Kadir & Ika Yunia Fauzia, 2014. Prinsip Dasar Ekonomi Islam Perspektif Maqashid Al-Syari’ah. Jakarta: Prenadamedia
Muhammad, 2004. Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam. Yogyakarta; BPFE-YOGYAKARTA
Edwin, Mustafa Nasution, Dkk, 2006, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group






1 komentar:

  1. microtouch titanium trim | Titanium-Art
    Titanium-Art.com is a design-oriented collaboration that ceramic vs titanium curling iron aims to create a titanium plate space that titanium bmx frame lets you 2019 ford ecosport titanium build the most amazing art ideas for titanium flat iron the

    BalasHapus

Gambar tema oleh enjoynz. Diberdayakan oleh Blogger.

© Life is Syari'ah, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena